Semalam di Hotel (Sabtu, 5 September 2016, 23:00)


Dari lantai 20 ruang 16, Ane membuka pintu jendela kamar yang menghadap ke jalan raya. Sebenarnya dari atas dapat terlihat taman dan kolam renang, tetapi karena malam hari, nampak tidak jelas dipandang. Meski badan dan fikiran telah lelah, tapi Ane menyempatkan untuk bertengger di trails besi dari luar pintu jendela kaca. Mata yang semula terasa kantuk, menjadi segar melihat lautan lampu-lampu yang menyala di antara rumah dan gedung-gedung. Begitu pula dengan jalanan aspal yang dihiasi lampu-lampu dari kendaraan yang tengah berpacu. Memandangi suasana malam dari lantai atas terasa menyenangkan. Sayang, malam itu tak nampak bintang-bintang yang menghiasi langit malam, yang ada hanya sepotong rembulan yang telihat sayu dibalik awan hitam. Ane pikir mungkin besok cuaca akan mendung atau mungkin turun hujan. Tetapi, lautan gemerlap lampu-lampu yang bersinar dari rumah dan gedung-gedung pencakar langit  seolah ingin menyaingi hiasan langit.

Ane larut dalam takjub, membayangkan betapa besar kuasa Tuhan yang dianugerahkan kepada makhluk-Nya. Gedung-gedung bertinggat berpuluhan lantai berdiri gagah ditengah kota dengan desain mewah. Begitu pula dengan kendaraan yang berlalu lalang tak kalah megahnya dengan merek dan harga yang super mahal dan prestisius. Walau malam semakin larut, tetapi aktivitas manusia masih berlangsung. Demi mencari sesuatu yang dikehendaki. Ane mulai percaya bahwa peradaban berubah, zaman bergerak ke arah modern. Modernisasi telah membawa rasionalitas ditinggikan serta teknologi canggih yang terbarukan. Modernisasi telah menyusup ke semua lini kehidupan, menempatkan kemegahan dunia diatas segala-galanya. Inilah yang dikenal dengan teori modernitas. Dimana manusia berlomba-lomba menciptakan teknologi baru untuk tujuan tertentu. Dimana rasionalitas dituhankan untuk mendapatkan tujuan tertentu, dan dimana kehidupan duniawai menjadi nomor satu. Dampaknya positif, dimana perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat dan pekerjaan manusia terbantu secara efektif dan efisien karena teknologi.

Tetapi, modernisasi juga mendatangkan ekses negatif. Akibat persaingan manusia yang ketat untuk mencapai tujuan tertentu dengan mengedepankan rasionalitas, maka yang timbul hanyalah peperangan. Perang dunia kedua meletus juga tidak lepas dari hal ikhwal ini. Baik perang dalam arti fisik, maupun non-fisik. Manusia kehilangan etika karena cenderung melAnekan berbagai cara untuk mendapatkan sesuatu yang dikehendaki. Tindakan benar dan salah nyaris terabaikan. Sebagimana yang telah diungkapkan oleh Plato bahwa sesunggunya manusia itu cenderung konflik dan bermusukan, bahkan mereka bisa saling membunuh untuk mencapai tujuan-tujuannya. Melihat realita dewasa ini, apa yang diungkapkan oleh Plato ada benarnya juga. Modernisasi juga telah membuat manusia menjadi sekuler, karena mentuhankan akal dan rasionalitas, maka bagi mereka tidak ada tuhan, atau paling tidak, tuhan tidak ada kaitannya dengan urusan duniawi. Terakhir modernisasi telah merusak lingkungan dan alam. Yang terjadi hanyalaah eksploitasi besar-besaran tanpa ada upaya untuk menjaga apalagi memperbaharui. Tidak salah kalau alam mulai tidak bersahabat hari ini.

Banyaknya kritik yang dilontarkan kepada teori modernitas, telah mengenalkan dunia pada teori post-modern. Dunia perlahan memasuki babak baru ke dalam era post-modern. Pak Dian Hikmawan, seorang ahli filsafat sekaligus guru di kelasku, mengatakan bahwa post-modern telah mengajak manusia untuk berfikir ulang dan merenung. Untuk apa kita hidup dan apa essensi dari kehidupan. Sah-sah saja jika mengedepankan akal, rasionaltas dan kecanggihan teknologi. Tetapi harus diimbangi dengan perhatian kepada alam. Baik alam dalam arti lingkungan, maupun alam dalam arti penciptaan, dengan kata lain dibalik semua ini ada yang menciptakan dan menggerakkan yang bersifat kosmotik dan transedental. Ialah tuhan sang pencipta alam. Apakah teori post-modern ini yang terbaik untuk dipakai ? Wallahualam, terkadang terori tidak semanis dilapangan.

Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 24:00, sudah larut malam dan berganti hari. Meski Ane masih ingin berlama-lama memandangi suasana malam dari lantai atas, tapi apalah daya, Ane harus istirahat, tubuh ini punya hak untuk istirahat. Lagi pula besok masih ada kegiatan. Ane masuk ke dalam kamar dan menutup pintu jendela kaca rapat-rapat dan menguncinya. Ane matikan AC ruangan karena tidak terbiasa dengan itu, maklum dirumah cukup pendingin alami, atau paling bantar pakai kipas angin. Sementara dua temanku yang lain terlihat sudah tertidur lelap, mungkin kecapae-an. Sambil menghela nafas dalam hati berkata hari yang melelahkan tetapi menyenangkan”……       


Tidak ada komentar:

Posting Komentar