Dari lantai 20
ruang 16, Ane membuka pintu jendela kamar yang menghadap ke jalan raya.
Sebenarnya dari atas dapat terlihat taman dan kolam renang, tetapi karena malam
hari, nampak tidak jelas dipandang. Meski badan dan fikiran telah lelah, tapi Ane
menyempatkan untuk bertengger di trails besi dari luar pintu jendela kaca. Mata
yang semula terasa kantuk, menjadi segar melihat lautan lampu-lampu yang
menyala di antara rumah dan gedung-gedung. Begitu pula dengan jalanan aspal
yang dihiasi lampu-lampu dari kendaraan yang tengah berpacu. Memandangi suasana
malam dari lantai atas terasa menyenangkan. Sayang, malam itu tak nampak
bintang-bintang yang menghiasi langit malam, yang ada hanya sepotong rembulan
yang telihat sayu dibalik awan hitam. Ane pikir mungkin besok cuaca akan
mendung atau mungkin turun hujan. Tetapi, lautan gemerlap lampu-lampu yang
bersinar dari rumah dan gedung-gedung pencakar langit seolah ingin menyaingi hiasan langit.
Ane larut dalam
takjub, membayangkan betapa besar kuasa Tuhan yang dianugerahkan kepada
makhluk-Nya. Gedung-gedung bertinggat berpuluhan lantai berdiri gagah ditengah
kota dengan desain mewah. Begitu pula dengan kendaraan yang berlalu lalang tak
kalah megahnya dengan merek dan harga yang super mahal dan prestisius. Walau
malam semakin larut, tetapi aktivitas manusia masih berlangsung. Demi mencari
sesuatu yang dikehendaki. Ane mulai percaya bahwa peradaban berubah, zaman
bergerak ke arah modern. Modernisasi telah membawa rasionalitas ditinggikan
serta teknologi canggih yang terbarukan. Modernisasi telah menyusup ke semua
lini kehidupan, menempatkan kemegahan dunia diatas segala-galanya. Inilah yang
dikenal dengan teori modernitas. Dimana manusia berlomba-lomba menciptakan
teknologi baru untuk tujuan tertentu. Dimana rasionalitas dituhankan untuk
mendapatkan tujuan tertentu, dan dimana kehidupan duniawai menjadi nomor satu.
Dampaknya positif, dimana perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat dan
pekerjaan manusia terbantu secara efektif dan efisien karena teknologi.
Tetapi,
modernisasi juga mendatangkan ekses negatif. Akibat persaingan manusia yang
ketat untuk mencapai tujuan tertentu dengan mengedepankan rasionalitas, maka
yang timbul hanyalah peperangan. Perang dunia kedua meletus juga tidak lepas
dari hal ikhwal ini. Baik perang dalam arti fisik, maupun non-fisik. Manusia
kehilangan etika karena cenderung melAnekan berbagai cara untuk mendapatkan
sesuatu yang dikehendaki. Tindakan benar dan salah nyaris terabaikan.
Sebagimana yang telah diungkapkan oleh Plato bahwa sesunggunya manusia itu
cenderung konflik dan bermusukan, bahkan mereka bisa saling membunuh untuk
mencapai tujuan-tujuannya. Melihat realita dewasa ini, apa yang diungkapkan
oleh Plato ada benarnya juga. Modernisasi juga telah membuat manusia menjadi
sekuler, karena mentuhankan akal dan rasionalitas, maka bagi mereka tidak ada
tuhan, atau paling tidak, tuhan tidak ada kaitannya dengan urusan duniawi.
Terakhir modernisasi telah merusak lingkungan dan alam. Yang terjadi hanyalaah
eksploitasi besar-besaran tanpa ada upaya untuk menjaga apalagi memperbaharui.
Tidak salah kalau alam mulai tidak bersahabat hari ini.
Banyaknya kritik
yang dilontarkan kepada teori modernitas, telah mengenalkan dunia pada teori
post-modern. Dunia perlahan memasuki babak baru ke dalam era post-modern. Pak
Dian Hikmawan, seorang ahli filsafat sekaligus guru di kelasku, mengatakan
bahwa post-modern telah mengajak manusia untuk berfikir ulang dan merenung.
Untuk apa kita hidup dan apa essensi dari kehidupan. Sah-sah saja jika
mengedepankan akal, rasionaltas dan kecanggihan teknologi. Tetapi harus
diimbangi dengan perhatian kepada alam. Baik alam dalam arti lingkungan, maupun
alam dalam arti penciptaan, dengan kata lain dibalik semua ini ada yang menciptakan
dan menggerakkan yang bersifat kosmotik dan transedental. Ialah tuhan sang
pencipta alam. Apakah teori post-modern ini yang terbaik untuk dipakai ?
Wallahu’alam, terkadang terori tidak semanis
dilapangan.
Tidak terasa waktu
telah menunjukkan pukul 24:00, sudah larut malam dan berganti hari. Meski Ane
masih ingin berlama-lama memandangi suasana malam dari lantai atas, tapi apalah
daya, Ane harus istirahat, tubuh ini punya hak untuk istirahat. Lagi pula besok
masih ada kegiatan. Ane masuk ke dalam kamar dan menutup pintu jendela kaca
rapat-rapat dan menguncinya. Ane matikan AC ruangan karena tidak terbiasa
dengan itu, maklum dirumah cukup pendingin alami, atau paling bantar pakai
kipas angin. Sementara dua temanku yang lain terlihat sudah tertidur lelap,
mungkin kecapae-an. Sambil menghela nafas dalam hati berkata “hari yang
melelahkan tetapi menyenangkan”……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar