Human Security dan Politik Perbatasan




Tulisan ini merupakan review dari sebuah buku yang berjudul Human Security dan Politik Perbatasan yang ditulis oleh Yohanes Sanak. Buku ini menjadi menarik untuk diulas karena mampu menguak potret kehidupan warga negara di wilayah perbatasan secara komprehensif dengan berbagai problem yang terjadi didalamnya. Kehidupan dan aktivitas sosial politik warga negara di wilayah perbatasan selama ini kurang mendapatkan perhatian serius oleh negara. Begitu pula eksistensinya kurang begitu dominan dalam diskursus publik. Hal ini berangkat dari sebuah paradigma yang menempatkan bahwa kehidupan masyarakat di perbatasan hanyalah bagian dari halaman belakang rumah. Konsekuensinya, layaknya halaman belakang rumah maka pengelolaan menjadi tidak sempurna. Paradigma yang seharunya dibangun adalah menempatkan wilayah dan kehidupan warga negara di perbatasan sebagai halaman depan rumah. Pintu gerbang utama bagai masuknya negara-negara lain melewati batas territorial Indonesia.

Paradigma yang keliru dan konstruksi yang kurang tempat ini akhirnya membuat kebijakan yang dikelola oleh negara lebih mengedepankan aspek kemanan (state security dengan mengandalkan kekuatan Militer yang ditempatkan seluruh tapal batas negara). Wilayah perbatasan dianggap sebagai upaya untuk menjaga pertahanan territorial dari ancaman negara lain. Mencegah keluar masuknya arus perdagangan selundupan dan mengawasai kemungkinan masuknya orang asing secara illegal.

Fokus negara yang hanya mengedepankan kebijakan state security ini malah mengabaikan aspek kesejahteraan warga negara yang hidup di wilayah perbatasan. Hal ini dapat dilihat dari potret kehidupan masyarakat yang sangat suram. Sarana infrastruktur buruk, kualitas pendidikan rendah, angka harapan hidup kecil dan segudang permasalahan kemanusiaan lainnya. Lebih parahnya, masyarakat justru kerap dihadapkan pada konflik vertikal dengan negara. Misalnya konflik agraria dimana kepemilikan tanah (ulayat) milik warga dirampas oleh negara menggunakan kekuatan militer untuk membangun pos-pos pertahanan. Begitu pula seringkali oknum militer melakukan tindakan kekerasan kepada masyarakat hanya karena masalah ‘spele’. Yohanes Sanak melalui karya tulis pada buku tersebut berhasil mengungkapkan secara gamblang temuan-temuan dan kejanggalan tersebut dengan mangambil kasus kehidupan warga negara di daerah perbatasan di Nusa Tenggara yang beririsan dekat dengan negara Timor Leste.

Sudah sepatutnya negara mengubah paradigma dari state security menjadi human security. Warga negara di daerah perbatasan tidak hanya ditempatkan sebagai objek yang mendiami di wilayah tapal batas negara, tetapi ditempatkan sebagai subjek. Dengan mengedepankan aspke human security, kesejahteraan masyarakat lebih dekat untuk diwujudkan sehingga kelak dapat didorong dan dipersiapkan untuk menjadi bagian sebagai aktor yang turut menjaga keamanan di wilayah perbatasan. Sebab, meskipun negara digdaya dengan ditopang oleh kekuatan militer dan peralatan yang canggih, tidak lantas membuat negara menjadi berwibawa jika potret kehidupan masyarakatnya buruk.   
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar