Memasuki era digitalisasi seperti saat ini, penggunaan internet dalam
kehidupan sehari-hari menjadi sebuah fenomena yang tidak bisa dinafikan.
Pasalnya hampir sebagian besar orang telah menggunakan media internet sebagai
instrumen untuk membantu aktivitas mereka sekaligus memaksimalkan keuntungan.
Tak terkecuali di bidang ekonomi dan bisnis, internet menjadi salah satu ladang
yang subur bagi para pengusaha untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
Betapa tidak, selain berbiaya murah, bisnis lewat internet dianggap dapat
menyentuh segmentasi pasar yang lebih luas dan kompleks, sehingga produk yang
ditawarkan baik berupa barang, jasa, atau gagasan memiliki peluang yang cukup
besar untuk sampai ke konsumen.
Hal demikian menjadi maklum mengingat Indonesia merupakan salah satu
pengguna internet yang besar. Per-Juli 2010 saja misalnya, pengguan internet
lewat PC sekitar 25 juta orang dan lewat ponsel sekitar 9 juta dari 165 juta
pengguna ponsel di seluruh Indonesia (www.depkominfo.go.id), dan jumlah tersebut dipastikan semakin bertambah seiring berkembannya
zaman. Tentu saja, kondisi tersebut merupakan peluang emas untuk memasarkan
produk barang dan jasa dengan menggunakan internet. Tidak heran jika kemudian
belakangan ini terdapat berbagai macam akun atau situs bisnis online – utamanya
lewat sosial media – tumbuh subur bak jamur di musim penghujan.
Namun, meski bisnis online lebih menguntungkan tetapi bukan berarti tanpa
hambatan. Ada beberapa catatan-catatan penting yang perlu diperhatikan
khususnya para pengusaha yang menggunakan media internet untuk keperluan
bisnis. Pertama,bagi pengusaha atau perusahaan yang
memiliki situs atau provider sendiri, maka harus dipastikan sudah memiliki
sumber daya internet yang kapabel dan kredibel – termasuk insfarstruktur
internet. Hal demikian menjadi bentuk antisipasi atas segala kemungkinan
adanya cybercrime atau terserang virus yang sewaktu-waktu
dapat menghambat segala aktivitas dalam berbisnis.
Kedua, terkait hak cipta produk atau
jasa. Berbisnis lewat internet memberikan kemudahan baik kepada produsen maupun
konsumen dalam bertransaksi. Namun, seringkali aktivitas tersebut mengabaikan
hak cipta produksi. Hak cipta menjadi penting sebagai bentuk apresiasi
sekaligus rekognisi atas orisinalitas sebuah produk (barang, jasa, ide) yang
dihasilkan. Tentu, ihwal tersebut menjadi sebuah nilai (value)
yang berharga bagi pihak pertama yang mencetuskan. Berbisnis secara online
berpotensi pada perilaku mencontoh ( 3M = melihat, meniru,
memodifikasi) atau lebih parahnya mengakuisisi atas keaslian sebuah produk.
Tidak heran jika kemudian dapat ditemukan berbagai macam barang atau jenis
pelayanan yang sama namun terlihat sedikit dibeda-bedakan. Alhasil, setiap
pihak mengklaim atas keaslian. Karena itu, untuk menghindari adanya kerugian
yang lebih besar, pihak pertama selaku penemu pertama atas produk barang atau
jasa, perlu segera mendaftarkan ke pada instansi pemerintah terkait ( baca:
BPOM, Kementrian Kesehatan, MUI, dll) untuk mendapatkan status hak cipta
sebagai dasar klaim dan akuisi dari produk tersebut. Namun, jika produk
tersebut terbilang kecil, maka diperlukan upaya keras untuk meyakinkan konsumen,
misal dengan kualitas pelayanan yang baik dan banyak memberikan
simulasi-simulasi tertentu kepada konsumen.
Berbisnis menggunakan internet pula memerlukan adanya asas kepercayaan.
Dimana baik produsen maupun konsumen saling menaruh rasa percaya atas
keuntungan bagi kedua belah pihak mengingat transaksi dilakukan lewat dunia
maya. Karena itu, prinsip kehati-hatian, responsibility, dan
akuntabilitas harus menjadi prioritas utama. Sebab, membangun kepercayaan
konsumen bisa jadi lebih mahal harganya dibanding produk itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar